Piramida raksasa Mesir merupakan
salah satu dari tujuh keajaiban dunia saat ini, sejak dulu dipandang sebagai
bangunan yang misterius dan megah oleh orang-orang. Namun, meskipun telah
berlalu berapa tahun lamanya, setelah sarjana dan ahli menggunakan sejumlah
besar alat peneliti yang akurat dan canggih, masih belum diketahui, siapakah
sebenarnya yang telah membuat bangunan raksasa yang tinggi dan megah itu? Dan
berasal dari kecerdasan manusia manakah prestasi yang tidak dapat dibayangkan
di atas bangunan itu? Serta apa tujuannya membuat bangunan tersebut? Dan pada
waktu itu ia memiliki kegunaan yang bagaimana atau apa artinya?
Teka-teki yang terus berputar di
dalam benak semua orang selama ribuan tahun, dari awal hingga akhir merupakan
misteri yang tidak dapat dijelaskan.
Meskipun sejarawan mengatakan ia
didirikan pada tahun 2000 lebih SM, namun pendapat yang demikian malah tidak
bisa menjelaskan kebimbangan yang diinisiasikan oleh sejumlah besar penemuan
hasil penelitian.
Sejarah Mitos dan Temuan Arkeologi
Sejak abad ke-6 SM, Mesir merupakan
tempat pelarian kerajaan Poshi, yang kehilangan kedudukannya setelah berdiri
lebih dari 2.000 tahun, menerima kekuasaan yang berasal dari luar yaitu
kerajaan Yunani, Roma, kerajaan Islam serta kekuasaan bangsa lain. Semasa itu
sejumlah besar karya terkenal zaman Firaun dihancurkan, aksara dan kepercayaan
agama bangsa Mesir sendiri secara berangsur-angsur digantikan oleh budaya lain,
sehingga kebudayaan Mesir kuno menjadi surut dan hancur, generasi belakangan juga
kehilangan sejumlah besar peninggalan yang dapat menguraikan petunjuk yang
ditinggalkan oleh para pendahulu.
Tahun 450 SM, setelah seorang
sejarawan Yunani berkeliling dan tiba di Mesir, membubuhkan tulisan: Cheops,
(aksara Yunani Khufu), konon katanya, hancur setelah 50 tahun. Dalam batas
tertentu sejarawan Yunani tersebut menggunakan kalimat “konon katanya”,
maksudnya bahwa kebenarannya perlu dibuktikan lagi. Namun, sejak itu pendapat
sejarawan Yunani tersebut malah menjadi kutipan generasi belakangan sebagai
bukti penting bahwa piramida didirikan pada dinasti kerajaan ke-4.
Selama ini, para sejarawan
menganggap bahwa piramida adalah makam raja. Dengan demikian, begitu
membicarakan piramida, yang terbayang dalam benak secara tanpa disadari adalah
perhiasan dan barang-barang yang gemerlap. Dan, pada tahun 820 M, ketika
gubernur jenderal Islam Kairo yaitu Khalifah Al-Ma’mun memimpin pasukan,
pertama kali menggali jalan rahasia dan masuk ke piramida, dan ketika dengan
tidak sabar masuk ke ruangan, pemandangan yang terlihat malah membuatnya sangat
kecewa. Bukan saja tidak ada satu pun benda yang biasanya dikubur bersama
mayat, seperti mutiara, maupun ukiran, bahkan sekeping serpihan pecah belah pun
tidak ada, yang ada hanya sebuah peti batu kosong yang tidak ada penutupnya.
Sedangkan tembok pun hanya bidang yang bersih kosong, juga tak ada sedikit pun
ukiran tulisan.
Kesimpulan para sejarawan terhadap
prestasi pertama kali memasuki piramida ini adalah “mengalami perampokan
benda-benda dalam makam”. Namun, hasil penyelidikan nyata menunjukkan,
kemungkinan pencuri makam masuk ke piramida melalui jalan lainnya adalah sangat
kecil sekali. Di bawah kondisi biasa, pencuri makam juga tidak mungkin dapat
mencuri tanpa meninggalkan jejak sedikit pun, dan lebih tidak mungkin lagi
menghapus seluruh prasasti Firaun yang dilukiskan di atas tembok. Dibanding
dengan makam-makam lain yang umumnya dipenuhi perhiasan-perhiasan dan harta
karun yang berlimpah ruah, piramida raksasa yang dibangun untuk memperingati
keagungan raja Firaun menjadi sangat berbeda.
Selain itu, dalam catatan “Inventory
Stela” yang disimpan di dalam museum Kairo, pernah disinggung bahwa piramida
telah ada sejak awal sebelum Khufu meneruskan takhta kerajaan. Namun, oleh
karena catatan pada batu prasasti tersebut secara keras menantang pandangan
tradisional, terdapat masalah antara hasil penelitian para ahli dan cara
penulisan pada buku, selanjutnya secara keras mengecam nilai penelitiannya.
Sebenarnya dalam keterbatasan catatan sejarah yang bisa diperoleh, jika karena
pandangan tertentu lalu mengesampingkan sebagian bukti sejarah, tanpa disadari
telah menghambat kita secara obyektif dalam memandang kedudukan sejarah yang
sebenarnya.
Teknik Bangunan yang Luar Biasa
Di Mesir, terdapat begitu banyak
piramida berbagai macam ukuran, standarnya bukan saja jauh lebih kecil,
strukturnya pun kasar. Di antaranya piramida yang didirikan pada masa kerajaan
ke-5 dan 6, banyak yang sudah rusak dan hancur, menjadi timbunan puing, seperti
misalnya piramida Raja Menkaure seperti pada gambar. Kemudian, piramida besar
yang dibangun pada masa yang lebih awal, dalam sebuah gempa bumi dahsyat pada
abad ke-13, di mana sebagian batu ditembok sebelah luar telah hancur, namun
karena bagian dalam ditunjang oleh tembok penyangga, sehingga seluruh
strukturnya tetap sangat kuat. Karenanya, ketika membangun piramida raksasa,
bukan hanya secara sederhana menyusun 3 juta batu menjadi bentuk kerucut, jika
terdapat kekurangan pada rancangan konstruksi yang khusus ini, sebagian saja
yang rusak, maka bisa mengakibatkan seluruhnya ambruk karena beratnya beban
yang ditopang.
Lagi pula, bagaimanakah proyek
bangunan piramida raksasa itu dikerjakan, tetap merupakan topik yang membuat
pusing para sarjana. Selain mempertimbangkan sejumlah besar batu dan tenaga
yang diperlukan, faktor terpenting adalah titik puncak piramida harus berada di
bidang dasar tepat di titik tengah 4 sudut atas. Karena jika ke-4 sudutnya
miring dan sedikit menyimpang, maka ketika menutup titik puncak tidak mungkin
menyatu di satu titik, berarti proyek bangunan ini dinyatakan gagal. Karenanya,
merupakan suatu poin yang amat penting, bagaimanakah meletakkan sejumlah 2,3
juta -2,6 juta buah batu besar yang setiap batunya berbobot 2,5 ton dari
permukaan tanah hingga setinggi lebih dari seratus meter di angkasa dan
dipasang dari awal sampai akhir pada posisi yang tepat.
Seperti yang dikatakan oleh
pengarang Graham Hancock dalam karangannya “Sidik Jari Tuhan”: Di tempat yang
terhuyung-huyung ini, di satu sisi harus menjaga keseimbangan tubuh, dan sisi
lainnya harus memindahkan satu demi satu batu yang paling tidak beratnya 2 kali
lipat mobil kecil ke atas, diangkut ke tempat yang tepat, dan mengarah tepat
pada tempatnya, entah apa yang ada dalam pikiran pekerja-pekerja pengangkut
batu tersebut. Meskipun ilmu pengetahuan modern telah memperkirakan berbagai
macam cara dan tenaga yang memungkinkan untuk membangun, namun jika
dipertimbangkan lagi kondisi riilnya, akan kita temukan bahwa orang-orang
tersebut tentunya memiliki kemampuan atau kekuatan fisik yang melebihi manusia
biasa, baru bisa menyelesaikan proyek raksasa tersebut serta memastikan
keakuratan maupun ketepatan presisinya.
Terhadap hal ini, Jean Francois
Champollion yang mendapat sebutan sebagai “Bapak Pengetahuan Mesir Kuno Modern”
memperkirakan bahwa orang yang mendirikan piramida berbeda dengan manusia
sekarang, paling tidak dalam “pemikiran mereka mempunyai tinggi tubuh 100 kaki
yang tingginya sama seperti manusia raksasa”. Ia berpendapat, dilihat dari sisi
pembuatan piramida, itu adalah hasil karya manusia raksasa.
Senada dengan itu, Master Li Hongzhi
dalam ceramahnya pada keliling Amerika Utara tahun 2002 juga pernah menyinggung
kemungkinan itu. “Manusia tidak dapat memahami bagaimana piramida dibuat. Batu
yang begitu besar bagaimana manusia mengangkutnya? Beberapa orang manusia
raksasa yang tingginya lima meter mengangkut sesuatu, itu dengan manusia
sekarang memindahkan sebuah batu besar adalah sama. Untuk membangun piramida
itu, manusia setinggi lima meter sama seperti kita sekarang membangun sebuah
gedung besar.”
Pemikiran demikian mau tidak mau
membuat kita membayangkan, bahwa piramida raksasa dan sejumlah besar bangunan
batu raksasa kuno yang ditemukan di berbagai penjuru dunia telah mendatangkan
keraguan yang sama kepada semua orang: tinggi besar dan megah, terbentuk dengan
menggunakan susunan batu yang sangat besar, bahkan penyusunannya sangat
sempurna. Seperti misalnya, di pinggiran kota utara Mexico ada Kastil
Sacsahuaman yang disusun dengan batu raksasa yang beratnya melebihi 100 ton
lebih, di antaranya ada sebuah batu raksasa yang tingginya mencapai 28 kaki,
diperkirakan beratnya mencapai 360 ton (setara dengan 500 buah mobil keluarga).
Dan di dataran barat daya Inggris terdapat formasi batu raksasa, dikelilingi
puluhan batu raksasa dan membentuk sebuah bundaran besar, di antara beberapa
batu tingginya mencapai 6 meter. Sebenarnya, sekelompok manusia yang
bagaimanakah mereka itu? Mengapa selalu menggunakan batu raksasa, dan tidak
menggunakan batu yang ukurannya dalam jangkauan kemampuan kita untuk membangun?
Sphinx, singa bermuka manusia yang
juga merupakan obyek penting dalam penelitian ilmuwan, tingginya 20 meter,
panjang keseluruhan 73 meter, dianggap didirikan oleh kerjaan Firaun ke-4 yaitu
Khafre. Namun, melalui bekas yang dimakan karat (erosi) pada permukaan badan
Sphinx, ilmuwan memperkirakan bahwa masa pembuatannya mungkin lebih awal,
paling tidak 10 ribu tahun silam sebelum Masehi.
Seorang sarjana John Washeth juga
berpendapat: Bahwa Piramida raksasa dan tetangga dekatnya yaitu Sphinx dengan
bangunan masa kerajaan ke-4 lainnya sama sekali berbeda, ia dibangun pada masa
yang lebih purbakala dibanding masa kerajaan ke-4. Dalam bukunya “Ular
Angkasa”, John Washeth mengemukakan: perkembangan budaya Mesir mungkin bukan
berasal dari daerah aliran sungai Nil, melainkan berasal dari budaya yang lebih
awal dan hebat yang lebih kuno ribuan tahun dibanding Mesir kuno, warisan
budaya yang diwariskan yang tidak diketahui oleh kita. Ini, selain alasan
secara teknologi bangunan yang diuraikan sebelumnya, dan yang ditemukan di atas
yaitu patung Sphinx sangat parah dimakan karat juga telah membuktikan hal ini.
Ahli ilmu pasti Swalle Rubich dalam
“Ilmu Pengetahuan Kudus” menunjukkan: pada tahun 11.000 SM, Mesir pasti telah
mempunyai sebuah budaya yang hebat. Pada saat itu Sphinx telah ada, sebab
bagian badan singa bermuka manusia itu, selain kepala, jelas sekali ada bekas
erosi. Perkiraannya adalah pada sebuah banjir dahsyat tahun 11.000 SM dan hujan
lebat yang silih berganti lalu mengakibatkan bekas erosi.
Perkiraan erosi lainnya pada Sphinx
adalah air hujan dan angin. Washeth mengesampingkan dari kemungkinan air hujan,
sebab selama 9.000 tahun di masa lalu dataran tinggi Jazirah, air hujan selalu
tidak mencukupi, dan harus melacak kembali hingga tahun 10000 SM baru ada cuaca
buruk yang demikian. Washeth juga mengesampingkan kemungkinan tererosi oleh
angin, karena bangunan batu kapur lainnya pada masa kerajaan ke-4 malah tidak
mengalami erosi yang sama. Tulisan berbentuk gajah dan prasasti yang
ditinggalkan masa kerajaan kuno tidak ada sepotong batu pun yang mengalami
erosi yang parah seperti yang terjadi pada Sphinx.
Profesor Universitas Boston, dan
ahli dari segi batuan erosi Robert S. juga setuju dengan pandangan Washeth
sekaligus menujukkan: Bahwa erosi yang dialami Sphinx, ada beberapa bagian yang
kedalamannya mencapai 2 meter lebih, sehingga berliku-liku jika dipandang dari
sudut luar, bagaikan gelombang, jelas sekali merupakan bekas setelah mengalami
tiupan dan terpaan angin yang hebat selama ribuan tahun.
Washeth dan Robert S. juga
menunjukkan: Teknologi bangsa Mesir kuno tidak mungkin dapat mengukir skala
yang sedemikian besar di atas sebuah batu raksasa, produk seni yang tekniknya
rumit.
Jika diamati secara keseluruhan,
kita bisa menyimpulkan secara logis, bahwa pada masa purbakala, di atas tanah
Mesir, pernah ada sebuah budaya yang sangat maju, namun karena adanya
pergeseran lempengan bumi, daratan batu tenggelam di lautan, dan budaya yang
sangat purba pada waktu itu akhirnya disingkirkan, meninggalkan piramida dan
Sphinx dengan menggunakan teknologi bangunan yang sempurna.
Dalam jangka waktu yang panjang di
dasar lautan, piramida raksasa dan Sphinx mengalami rendaman air dan pengikisan
dalam waktu yang panjang, adalah penyebab langsung yang mengakibatkan erosi
yang parah terhadap Sphinx. Karena bahan bangunan piramida raksasa Jazirah
adalah hasil teknologi manusia yang tidak diketahui orang sekarang, kemampuan
erosi tahan airnya jauh melampaui batu alam, sedangkan Sphinx terukir dengan keseluruhan
batu alam, mungkin ini penyebab yang nyata piramida raksasa dikikis oleh air
laut yang tidak tampak dari permukaan.
Keterangan gambar: Sphinx yang
bertetangga dekat dengan piramida raksasa kelihatannya sangat kuno. Para
ilmuwan memastikan bahwa dari badannya, saluran dan irigasi yang seperti
dikikis air, ia pernah mengalami sebagian cuaca yang lembab, karenanya
memperkirakan bahwa ia sangat berkemungkinan telah ada sebelum 10 ribu tahun
silam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar